Selasa, 12 Juli 2011

Rumah Warga Miskin Rubuh Diterpa Angin

* Atap Rumah Bantuan Berterbangan
Mon, May 9th 2011, 10:44


Satu unit rumah warga miskin di Desa Alue Thoe, Kecamatan Peureulak Timur, Aceh Timur yang rubuh akibat angin kencang, Sabtu (8/5), malam. Kini, mereka mengungsi ke rumah tetangga terdekat. SERAMBI/NASRUDDIN

IDI – Angin kencang yang melanda Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Timur, Sabtu (8/5) sekitar pukul 19.00 WIB, telah merubuhkan rumah Nasruddin, warga miskin di Desa Alue Thoe, Kecamatan Peureulak Timur, Aceh Timur. Dari Langsa dilaporkan, angin kencang juga telah menyebabkan atap sebuah rumah bantuan untuk warga duafa di Desa Matang Seulimeng, Kecamatan Langsa Barat, rusak diterpa angin. Rumah yang dibangun melalui dana aspirasi anggota DPR Aceh itu kini sudah tak lagi memiliki atap.

Di Peureulak, rumah warga miskin di Desa Alue Thoe yang dihuni Nasruddin (40) bersama istrinya, Nurhayati (28), juga rubuh sehingga rata dengan tanah akibat ribut. Tak ada harta benda yang dapat diselamatkan pasangan itu, karena ketika musibah terjadi mereka sedang shalat Magrib.

Kota Sabang juga dilanda angin kencang kemarin, sehingga laut bergejolak dan tidak nyaman bagi pelayaran interinsuler ke Ulee Lheue, Banda Aceh. Frekuensi keberangkatan feri terpaksa dikurangi kemarin, dari biasanya dua kali sehari menjadi hanya sekali saja. Itu karena, menjelang siang cuaca makin tidak bersahabat.

Kembali ke persoalan angin kencang di Langsa dan Aceh Timur. Abdullah, warga Aceh Timur kepada Serambi kemarin mengatakan, angin kencang pada Sabtu saat Magrib itu melanda hampir seluruh wilayah Aceh Timur.

“Ketika itu kami sedang shalat Magrib, sehingga tidak satu pun harta benda kami yang dapat kami selamatkan. Angin begitu kencang dan menghantam rumah sehingga roboh dan rata dengan tanah,” ungkapnya.

Menurut Abdullah, selain tidak ada satu pun harta benda yang dapat diselamatkan, angin juga telah membuat mereka luka-luka ringan dan harus berobat ke puskesmas terdekat.

Kini mereka menetap sementara di rumah tetangga yang rumahnya tidak tubuh atau atapnya tidak diterbangkan angin. Selain itu, “Kami sangat mengharap bantuan dari pihak berwenang,” kata Abdullah.

Rumah bantuan
Dari Langsa dilaporkan, atap rumah milik Hindun (59) di Desa Matang Seulimeng, Langsa Barat juga hancur akibat diterpa angin kencang sekitar pukul 19.00 WIB, Sabtu (8/5). Seluruh seng dan rangka baja rumah itu hancur. Namun, saat kejadian, Hindun dan keluarganya tak berada di rumah. Itu karena, rumah bantuan yang dibangun melalui dana aspirasi anggota DPR Aceh itu, belum dia tempati lantaran belum tersedia fasilitas air bersih. Hindun tak punya uang membangun sumur bor.

Hindun, kepada Serambi mengatakan, saat kejadian ia masih berada di rumah kontrakan di desa lain. “Kami heran, kenapa rumah bantuan untuk saya hancur, sedangkan rumah-rumah lain di sampingnya baik-bak saja. Padahal, rumah lain di sekelilingnya sudah sangat tua,” ungkapnya.

Untuk itu, Hindun meminta pertanggungjawaban pelaksana pembangunan rumah duafa yang menjadi jatahnya. “Kami berharap atap dan rangka baja yang sudah hancur itu bisa dipasang kembali,” kata Hindun.

Sementara itu, anggota DPRA, Usman Abdullah alias Toke Seuem yang menghubungi Serambi kemarin sore mengatakan, kerusakan rumah yang bersumber dari anggaran aspirasinya itu harus segera diganti oleh rekanan. Pasalnya, menurut sang Toke, kerusakan atap dan rangka baja rumah bantuan tersebut jelas bukan faktor bencana alam. Buktinya, rumah di sekitarnya tak ada yang rusak. “Jadi, ini pasti karena dibangun asal jadi,” cetusnya.

Jadwal dikurangi
Sementara itu dari Sabang dilaporkan, jadwal kapal feri yang bisanya pada hari Minggu, Sabtu, dan Rabu dua trip sehari, terpaksa dikurangi menjadi satu kali saja, karena cuaca buruk yang terjadi di perairan Aceh, termasuk perairan Sabang, sejak Jumat (6/5) lalu. Kepala UPTD Pelabuhan Balohan, Irawadi SE yang ditanyai Serambi Minggu (8/5) mengatakan, jadwal regular kapal feri Sabang-Banda Aceh khusus pada hari Rabu, Sabtu, dan Minggu biasanya dua kali sehari. Dengan rincian, dari Kota Sabang ke Banda Aceh pukul 08.00 dan 13.30 WIB, sebaliknya dari Banda Aceh-Sabang pukul 11.00 dan 16.00 WIB. Namun, pada Sabtu dan Minggu kemarin terpaksa hanya satu trip, karena cuaca buruk.

“Jadwal memang bisa berubah karena faktor cuaca. Biasanya ada info dari ASDP bahwa kapal hanya satu trip karena cuaca buruk. Jadi, jadwal terpaksa dikurangi dari dua menjadi satu trip, mengingat semakin sore cuaca makin buruk. Selain hari-hari tersebut, jadwal keberangkatan kapal tetap seperti biasa,” katanya.

Sabelumya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Blang Bintang, Aceh Besar, telah memprakirakan bahwa cuaca di perairan Aceh buruk, tinggi gelombang perairan Aceh hingga 13 Mei capai dua hingga lima meter.

Dalam situasi ini, lanjutnya, otoritas pelabuhan biasanya menginformasikan melalui pengeras suara. Bagi yang biasa ke Sabang pasti akan tahu konsekuensi ini, namun berapa orang yang baru pertama kali ke Sabang justru tak tahu sehingga ada yang sudah telanjur riba di pelabuhan, tapi urung berangkat.

Dampak pada hari berikutnya, penumpang diperkirakan ramai, karena gagal berangkat pada hari sebelumnya, kecuali ada yang mengurungkan niat berangkat, mengingat cuaca masih buruk. “Seperti pagi tadi (kemarin-red), ada lima unit mobil terpaksa ditinggalkan di Sabang, karena tak muat lagi di kapal,” katanya.

Menurut sejumlah penumpang asal Banda Aceh yang menuju Sabang, Minggu siang (8/5), cuaca di Selat Sabang memang buruk. Alun tinggi, sehingga kapal KMP BRR yang mereka tumpangi berayun-ayun saat menuju Pelabuhan Balohan. Sepanjang perjalanan, hujan gerimis turun disertai angin. Namun, tak ada gangguan berarti dalam perjalanan itu sehingga kapal sampai ke tujuan tepat waktu.

Pantauan Serambi, malam kemarin di Pelabuhan Balohan sudah delapan mobil yang antre. Banyak juga pelancong ke Sabang yang bolak-balik mengamati kondisi di seputar Balohan untuk memastikan cuaca cerah dan laut tak bergolak, sehingga kapal dipastikan berangkat. Di antara pelancong dalam jumlah banyak yang hingga kemarin masih berada di Sabang dan menunggu waktu yang tepat untuk pulang ke Banda Aceh adalah mahasiswa FISIP Unsyiah angkatan 2007.

Tak melaut
Sementara itu, cuaca buruk juga menyebabkan sebagian besar nelayan di Sabang tak melaut. Menurut Sekjen Panglima Laot Lhok Pasiran, Ridwan, dari sekitar 500 nelayan di Lhok Pasiran, mayoritas tak melaut, khususnya nelayan pukat. Mereka mengisi waktu membetulkan jaring. Para nelayan sadar akan risiko melaut jika arah angin tak menentu dan laut bergolak.

Begitupun, katanya, ada puluhan nelayan yang tetap melaut, khususnya nelayan pancing. Mereka biasanya melaut malam karena saat malam kondisi cuaca di sejumlah lokasi, seperti kawasan utara Sabang, relatif stabil. (yuh/na/gun)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar